Kamis, 29 Maret 2018

LEZATNYA SATE KERE KUPAT SAYUR “MBAH MARDI” GODEAN



Warung Pak Mardi yang remang-remang
Berbeda dari sate kere yang ada di Pasar Beringharjo berupa gajih dari daging sapi, sate kere punya Pak Mardi berwujud sate sapi kupat sayur. Warga sekitar warung Pak Mardi selalu berduyun duyun membeli sate kere sampai persediaan habis. Bagaimana sih penampakan sate kere yang pamornya mulai menyebar ke seluruh Jogja?.
Warung makannya sederhana dan terkesan ndeso dengan asap membumbung oleh bakaran sate. Harum sate sapi menusuk nusuk hidung sampai badan ingin segera masuk dan duduk di kursi. Ternyata, di luar perkiraan! Hanya ada satu meja, selebihnya pengunjung diberikan tikar untuk duduk. Namun inilah kekhasan warung Pak Mardi. Kesan merakyatlah yang masuk ke otak. Tinggal memesan sate kere andalan di sini, nih!

Satu piring kupat sayur dengan tempe berasa pedas segar sudah di depan mata. Ada lima tusuk sate kere yang mengilat warnanya sangat menggugah selera. Rasa dari sate ini tak perlu diragukan lagi. Daging sapi yang digunakan diolah menjadi sangat empuk. Karena pada dasarnya daging sapi memiliki tekstur yang cukup keras, sehingga harus pintar-pintar dalam mengolahnya. Kemudian sayur tempe dengan kuah santannya juga tak kalah nikmat. Kuah sayur tempe ini terdapat rasa gurih di dalamnya. Mungkin dari santan yang digunakan. Tetapi juga ada rasa pedas yang menambah kelezatan ketika menyantap sate kere ini. Kuah dari sayur tempe ini menjadi pasangan yang pas, walaupun tidak menggunakan sambal, Anda sudah dapat merasakan pedas dari kuah sayur ini.

Pak Mardi mulai berjualan sate kere sejak tahun 1985. Pada tahun itu Pak Mardi beserta istrinya berjualan dengan gerobak berkeliling di kampung Gesikan dan sekitarnya. Istri Pak Mardi mengaku bahwa dulunya tidak selancar dan seramai sekarang saat berjualan. “Dulu waktu tahun 1985 saya mulai berjualan keliling dengan gerobak, berjalan mendorong gerobak dari ujung timur sampai ke barat kampung Gesikan,” ujar Bu Mardi. Hingga saat ini warung Pak Mardi pada pukul 21.00 WIB biasanya sudah tutup karena satenya ludes terjual. Tetapi jika belum habis, Pak Mardi dan istrinya tetap berjualan hingga tengah malam.

Pada tahun 1990-an, barulah Pak Mardi mulai membuka warung dengan tempatnya sendiri, dan tidak keliling menggunakan gerobak lagi. Tetapi pertama kali memiliki warung, Pak Mardi beserta istri masih harus membayar biaya kontrak tempatnya dan sempat mengalami berpindah-pindah mencari tempat yang baik untuk menjajakan sate kerenya. “Sekitar tahun 1990-an, saya mulai mempunyai tempat sendiri, tetapi itu kontrak. Sempat berpindah-pindah juga karena terkadang tempatnya tidak ada air,” sambung Bu Mardi sambil sibuk melayani pelanggannya.
HOME | ABOUT ME | PEDOMAN MEDIA SIBER
COPYRIGHT 2017 - BAROMET.INFO - PORTAL BERITA TERKINI